Laporan:Tina H
Bengkalis, Duri – 6 Agustus 2025 www.mediaaktualitas.com
Tingginya angka pengangguran di kalangan pemuda-pemudi tempatan di Kecamatan Bathin Solapan dan Mandau, Kabupaten Bengkalis, menuai sorotan tajam dari masyarakat adat. Melalui pernyataan resmi yang ditandatangani oleh Tuah Aliansi Anak Melayu dan Majelis Sakai Riau, para pemuda-pemudi Melayu Sakai menyampaikan keresahan mereka atas kondisi ketimpangan kesempatan kerja di tanah sendiri.
Ketua DPH Aliansi Anak Melayu, Danuartha, dengan tegas menyampaikan bahwa saat ini banyak perusahaan yang beroperasi di wilayah mereka justru lebih mengutamakan tenaga kerja dari luar daerah, sementara pemuda-pemudi lokal dibiarkan menjadi pengangguran di kampung halaman mereka sendiri.
“Kami meminta kepada pihak pengusaha dan manajemen perusahaan yang beroperasi di tempat kami untuk merangkul dan memberi kami kesempatan untuk bekerja,” ujar Danuartha dalam keterangannya.
Mereka mengaku lelah melihat ironi sosial yang terjadi—di tengah melimpahnya peluang kerja akibat banyaknya perusahaan beroperasi, justru para pemuda asli daerah tidak mendapatkan tempat. Mereka pun mengangkat filosofi Melayu: “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”, sebagai seruan moral agar mereka diberi ruang dan kepercayaan untuk turut membangun daerahnya.
Bersama Aliansi Anak Melayu dan Majelis Sakai Riau, mereka menekankan bahwa keinginan mereka bukan sekadar bekerja, tetapi juga ingin mengembangkan potensi diri dan membanggakan keluarga, suku, dan bangsa Indonesia.
Lebih lanjut, Danuartha juga mendesak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bengkalis, khususnya Bapak Salman Alfarisi, ST, agar turun langsung ke lapangan dan memastikan penerapan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ketenagakerjaan berjalan sesuai harapan masyarakat.
“Ironi bagi kami, pelayanan, penempatan, dan perlindungan bagi tenaga kerja lokal di Kecamatan Mandau dan Bathin Solapan justru banyak diisi oleh warga luar daerah. Kami butuh perubahan,” tegasnya.
Pernyataan tersebut menjadi bentuk kegelisahan yang meluas di kalangan generasi muda Melayu Sakai yang ingin bekerja keras, bukan hanya menjadi penonton di daerahnya sendiri. Harapan mereka sederhana—kesempatan yang adil, penghargaan atas potensi lokal, dan komitmen nyata dari perusahaan dan pemerintah.