Laporan: pakcik Amin
Pekanbaru,www.mediaaktualitas.com
Semakin mencurigakan, penanganan kasus mega korupsi SPPD Fiktif DPRD Riau di Polda Riau selama hampir 2 tahun hingga saat ini diduga ada upaya melindungi para tersangkanya. Pernyataan ini disampaikan oleh Lembaga Pemantau Kebijakan Pemerintah dan Kejahatan di Indonesia (LPKKI) kemarin di Pekanbaru. 05/06/2025.
Sebagaimana diketahui, bahwa korupsi SPPD fiktif di DPRD Riau melibatkan 35000 tiket pesawat palsu, pada tahun 2020-2021 dan berbagai barang bukti berupa property, kendaraan bermotor, uang sebesar 162 miliar, dan ratusan saksi disebut telah diperiksa, namun hingga saat ini tak satupun manusia yang menjadi tersangka.
Mengutip dari pernyataan ketua LPKKI, Feri Sibarani, SH, MH, pada saat bincang-bincang dengan awak media, kemarin, Rabu, 04 Juni 2025, di Pekanbaru mengatakan, pihaknya sangat atensi dengan perkara tersebut karena melibatkan ratusan miliar uang negara, dan situasi dalam posisi dilanda bencana covid 19, serta diduga melibatkan puluhan anggota DPRD Riau sast itu.
“Pertama kasus ini benar-benar sudah melukai hati Masyarakat Riau, dimana korupsi ini dilakukan justru saat kondisi bencana pandemi covid 19. Kemudian dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya justru mengawasi realisasi anggaran, dan melindungi masyarakat Riau. DPRD seharusnya tempat masyarakat mangadu, namun kali ini DPRD sudah berubah seakan-akan menjadi sarang penyamun” Kata Feri Sibarani.
Pernyataan itu dikemukakan oleh Feri, dengan alasan, bahwa menurut pihaknya, alangkah tidak mungkin 65 anggota DPRD Riau tahun 2020-2021 tidak mengetahui tentang anggaran perjalanan dinas yang berjumlah ratusan miliar rupiah DPRD Riau. Selain itu, dari data yang diperoleh pihaknya, mengindikasikan, bahwa kegiatan-kegiatan yang melibatkan biaya ratusan miliar pada tahun tersebut justru berasa pada kegiatan para anggota DPRD Riau termasuk unsur pimpinan DPRD Riau.
“Persis ya, ini pastinya diketahui oleh para anggota DPRD Riau tahun 2020-2021.Karena itu tugas mereka soal pembahasan dan persetujuan dan pengawasan anggaran. Lalu kenapa bisa realisasi dengan cara memalsukan 35 ribuan tiket pesawat dan dokumen lain terkait perjalanan dinas? Kemana saja uang itu mengalir? Sekwan saat itu, Muflihun, merupakan pejabat yang mengurusi administrasi, tentu menjadi sosok sentral dalam perkara ini, namun proses administrasi itu kan untuk keperluan para dewan itu juga? Artinya, penyidik tidak buta hukum kan?” Tanya Feri sembari heran.
Menurutnya, alasan-alasan menunggu hasil perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh BPKP tidak relevan dikaitkan dengan penetapan tersangka. Sebab, analisanya, unsur-unsur ditetapkannya tersangka teorinya adalah merujuk dari pasal 184 KUHAP.
“Jika kita korelasikan dengan dasar hukum penetapan tersangka suatu kasus pidana, termasuk korupsi, minimal 2 alat bukti, terutama soal mensrea (niat jahat pelaku). Bagaimana mungkin tidak mensrea, ketika ada pemalsuan tiket pesawat 35000 buah dan laporan pertanggungjawaban yang direkayasa sebagai dasar pengeluaran uang dari bendahara? Justru ini sudah masuk pelanggaran hukum berat, kategori yang memenuhi unsur disangkakanya hukuman mati, karena perbuatan itu dilakukan disaat negara dalam bencana. Begitulah amanat undang-undang” Lanjut Feri.
Menjawab pertanyaan sejumlah pihak, dan awak media, Feri juga mengatakan pihaknya akan melengkapi data-data kasus tersebut, untuk diserahkan kepada Kapolri, Listiyo Sigit Prabowo, dan kepada Presiden RI Prabowo Subianto di Jakarta. Agar terkait kasus yang sangat spektakuler itu, benar-benar tidak luput dari perhatian Negara.
“Demi keadilan dan supremasi hukum, dan peran kontrol masyarakat terhadap kejahatan korupsi, kami dari LPKKI sedang mengumpulkan berbagai bukti dan informasi mengenai kasus ini, untuk kami bawa kepada pak Kapolri dan presiden RI, Prabowo Subianto di Jakarta. Beberpa tokoh anti korupsi di Jakarta sedang kami koordinasikan, mereka siap membantu mengawasi langkah kami ke Kapolri dan Presiden” Jelasnya.
Menurutnya, pihaknya terpaksa melakukan langkah tersebut, karena ada dugaan kuat, kasus SPPD fiktif DPRD Riau di Polda Riau setelah memasuki masa waktu hampir dua tahun, ternyata semakin mencurigakan adanya “PERMAINAN” hukum.
“Alasan-alasan selama ini yang kerap disampaikan pihak Penyidik Polda Riau tidak ada yang masuk akal. Logika hukumnya tidak masuk. Persepsinya terlalu dipaksakan. Sangat kental “AROMA” Permainan. Kemarin juga kami melalui chat WA dengan Direktur Kriminal khusus sudah konfirmasi, beliau lagi di tanah suci. Begitu juga kasubhumas, Vera. Namun hanya janji akan segera diberitahu, namun semunya ibarat omon-omon, karena sampai sekarang nyatanya belum ada tersangka” Pungkasnya.